Klaster Keluarga: Hati-Hati Walau di Rumah Sendiri
Selama dua minggu terakhir, Pemerintah DKI Jakarta menerapkan PSBB jilid 2 untuk menekan penyebaran infeksi setelah positivity rate di area tersebut berada di luar ambang batas aman yang ditetapkan WHO. Positivity rate adalah perbandingan jumlah pasien positif dengan jumlah tes PCR. Batas aman positivity rate yang ditetapkan WHO sebesar 10%, namun DKI Jakarta sudah mencapai 13.2%. PSBB dilakukan selama masa inkubasi virus terpanjang, yaitu 14 hari. Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020, jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, PSBB dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir. Seiring berjalannya PSBB jilid 2, Pemerintah DKI Jakarta juga berencana untuk melarang isolasi mandiri karena potensi meledaknya klaster keluarga.
Infeksi Covid-19 sangat mudah dan cepat menyebar. Karena sifat ini, pembatasan jarak sosial ditetapkan di kantor dan fasilitas umum lewat PSBB. Isolasi mandiri menjadi solusi bagi pasien positif bergejala ringan atau orang dengan kontak erat dari pasien untuk menahan laju penyebaran virus. Dengan isolasi mandiri, kapasitas rumah sakit dapat dimanfaatkan untuk menangani pasien yang lebih membutuhkan pertolongan mendesak. Namun bukan berarti isolasi mandiri tidak memiliki resiko, karena jika tidak dilakukan dengan benar, anggota keluarga pasien positif malah akan terpapar infeksi di rumah. Klaster keluarga terjadi jika pasien positif menginfeksi anggota rumah tersebut.
Apa yang harus dilakukan saat salah satu anggota keluarga positif Covid-19? Saat pasien dinyatakan positif Covid-19, pasien harus melapor pada Puskesmas atau Dinkes setempat, dan menyertakan daftar orang-orang yang kontak erat sejak 2 hari sebelum timbul gejala atau diagnosis positif Covid-19. Bila gejala yang dirasakan bertambah, maka segera hubungi rumah sakit untuk mendapat perawatan yang lebih memadai. Sebisa mungkin anggota keluarga yang sehat mengambil peran kontak dan komunikasi ke pihak terkait dan mengawasi berjalannya isolasi mandiri anggota keluarga yang sakit.
Selama isolasi mandiri, penting untuk tetap menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di rumah. Tata laksana isolasi mandiri disampaikan dalam Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Revisi Ke-5 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan pada Juli 2020. Pasien positif harus ditempatkan di ruangan terpisah dengan ventilasi baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka), tidak berbagi kamar dan tempat tidur, dan jumlah orang yang merawat pasien dibatasi. Pasien tidak boleh dibesuk hingga benar-benar sehat. Selain menjaga jarak dari pasien, kebersihan rumah dan penggunaan masker juga harus dijaga. Pakaian dan peralatan makan yang digunakan pasien dipisahkan dengan yang digunakan anggota rumah lainnya. Sampah dari pasien positif harus ditutup rapat dan ditandai sebagai kotoran infeksius agar dipisah dari sampah umum. Pasien positif dan orang yang merawat pasien juga harus memakai masker bedah saat kontak. Kebersihan tangan harus selalu terjaga dan sebisa mungkin hindari kontak kulit dengan menggunakan sarung tangan untuk membersihkan peralatan bekas pasien positif.
Klaster keluarga muncul saat isolasi mandiri tidak berjalan baik. Kondisi ini rentan terjadi di lingkungan padat penduduk seperti perkotaan. Apalagi di Indonesia, satu rumah bisa dihuni tiga generasi, artinya potensinya lebih tinggi dibanding rumah yang hanya terdiri dari keluarga inti. Seluruh anggota rumah harus mendukung isolasi mandiri dengan membatasi aktivitas atau bersosialisasi di luar rumah. Patuhi protokol pencegahan Covid-19 dan usahakan beraktivitas di luar rumah untuk hal yang esensial saja.
Sumber:
Dampak Penerapan Kebijakan PSBB Jilid 2 DKI Jakarta
Banyak Klaster Keluarga, Lakukan Ini jika Saudara Anda Positif Covid-19
Jokowi Singgung Klaster Keluarga, Begini Penularan COVID-19 di Dalam Rumah
Potensi Ledakan Klaster Keluarga, Tanda Lemahnya Isolasi & Tes Corona