Depok, Jawa Barat, Indonesia product.support@polymedikal.com (021)-87911526 / (021)-87917166 0812-8243-6929
  • August 26, 2020

Wajah Baru Virus Corona, Bagaimana Nasib Vaksin?

Mutasi virus corona terdeteksi di Malaysia. Deputy General of Health Malaysia Noor Hisham Abdullah menulis dalam media sosial Facebook, Sabtu (15/8), yang kemudian dilaporkan oleh otoritas kesehatan Malaysia pada Minggu (16/8), bahwa strain baru virus corona itu sepuluh kali lebih menular dibandingkan strain-strain lainnya. Mutasi tersebut ditemukan ketika seorang pria yang kembali dari India melanggar aturan isolasi mandiri dan menularkan pada setidaknya 45 orang lain. Hasil penanganan 45 kasus infeksi baru itu menunjukkan bahwa setidaknya 3 dari sampel yang diteliti mengandung virus COVID-19 yang bermutasi lebih parah. Strain virus D416G ini juga disebut mutasi "G". Strain ini merupakan variasi strain virus corona baru yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina pada Desember 2019.

Mengutip South China Morning Post, virus corona telah bermutasi beberapa kali. Sebuah studi yang dilakukan University of Bologna Italia menemukan bahwa setidaknya ada enam strain dari virus corona asli yang menyebabkan pandemi COVID-19. Mutasi pertama virus corona itu adalah strain S yang muncul pertama kali pada awal tahun 2020. Kemudian, strain G muncul pada pertengahan Januari hingga sekarang.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio, mengatakan, strain virus corona D614G belum ditemukan di Indonesia (19/8). Namun, beliau tak bisa menyebut mutasi tersebut tidak ada di Indonesia karena memang belum terdeteksi.

Mutasi tidak akan mengurangi kemanjuran obat atau vaksin. Peneliti dari Lembaga Biomolekuler Eijkman, Profesor Amin Soebandrio menjelaskan bahwa mutasi virus corona baru sama sekali tidak akan berpengaruh pada pengembangan vaksin seperti yang dikhawatirkan. WHO juga menyatakan tidak ada bukti bahwa mutasi tersebut menyebabkan penyakit yang lebih berat. Konsultan senior di National University of Singapore dan presiden terpilih dari International Society of Infectious Diseases, Paul Tambyah, mengatakan bahwa mutasi strain D614G di beberapa bagian dunia bertepatan dengan penurunan tingkat kematian. Hal ini menunjukkan bahwa mutasi tersebut dapat mengurangi potensi mematikan. “Mungkin lebih baik jika virus lebih mudah menular dan jadi kurang mematikan,” kata Tambyah kepada Reuters. Tambyah mengatakan sebagian besar virus cenderung menjadi kurang ganas saat bermutasi. Virus bergantung pada inang untuk makanan dan tempat berlindung, akan lebih menguntungkan bagi virus untuk menularkan lebih banyak inang tanpa harus membunuhnya.

Mutasi adalah bagian dari siklus hidup virus. Meski demikian mereka jarang membawa efek samping yang mengancam ketika terjadi pandemi seperti saat ini. Pada beberapa kasus, mutasi virus bisa berujung pada berkurangnya penularan dan penyebaran, atau bahkan virus menjadi netral. Mutasi yang secara drastis mengubah cara kerja virus corona tidak mungkin terjadi. Seperti virus flu, HIV, dan virus campak, virus corona termasuk jenis virus RNA. Walaupun sering mengalami mutasi, namun prinsip kerja penyebarannya tidak berubah secara mendasar sejak dulu. Sedikit perubahan pada susunan virus dapat membuat sistem kekebalan tubuh tidak dapat mengenalnya lagi. Karenanya, pasien yang sudah sembuh dapat terinfeksi kembali dan vaksin yang sudah dikembangkan dapat menjadi tidak berguna seiring waktu. Seperti flu musiman, setiap tahun, susunan virus berubah sehingga vaksin harus terus-menerus diperbaharui. Daripada mutasi virus itu sendiri, menurut para ahli, penyelesaian pandemi akan lebih bergantung pada tindakan yang kita ambil untuk mencegah penyebaran virus.

Sumber:

Mutasi Virus Corona 10 Kali Lebih Menular, Vaksin Jadi Tak Efektif?

Mutasi Virus Corona 10 Kali Lebih Menular Ditemukan di 3 Negara Ini

Why this coronavirus mutation is not cause for alarm

More infectious coronavirus mutation may be 'a good thing', says disease expert