Depok, Jawa Barat, Indonesia product.support@polymedikal.com (021)-87911526 / (021)-87917166 0812-8243-6929
  • September 02, 2020

Silent Hypoxemia: Diam-diam Mencekik

Sejauh ini diketahui bahwa gejala umum Covid-19 terdiri dari demam, batuk kering, kelelahan, sakit tenggorokan, sakit kepala, kehilangan bau dan rasa (anosmia), dan nyeri otot. Selain gejala umum tersebut, terdapat gejala yang lebih jarang ditemui seperti mual, diare, dan mengigau. Daftar gejala ini mungkin akan terus berubah, karena Covid-19 adalah penyakit baru yang masih belum sepenuhnya dipahami. Misalnya, meskipun dikenal sebagai penyakit pernapasan, terdapat beberapa kasus dengan gejala yang tidak berhubungan dengan saluran pernapasan. Atau seringkali pasien terinfeksi tidak memiliki gejala sama sekali meskipun hasil tes PCR menyatakan positif. Selain itu terdapat gejala yang masih menjadi misteri, yaitu silent hypoxemia. 

Hypoxemia adalah penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah, sehingga tubuh mengalami kekurangan kadar oksigen. Terdengar wajar mengingat Covid-19 adalah penyakit pernapasan, dan dalam kasus berat dapat mengurangi kapasitas paru-paru untuk menyerap oksigen, sehingga kadar oksigen dalam darah berkurang secara signifikan. Ketika kadar oksigen dalam darah mulai berkurang, biasanya pasien akan mengalami sesak napas, yang juga disebut dyspnea. Jika kadar oksigen dalam darah terus turun, fungsi organ beresiko gagal dan berakibat fatal.

Pada kasus silent hypoxemia, meski kadar oksigen tubuh jauh di bawah 90 persen (kadar normal), namun pasien masih dapat bernafas secara normal tanpa merasa sesak dan berat, tanpa disadari oleh pasien itu sendiri. Tanpa gejala dyspnea, pasien tidak menyadari bahwa tubuhnya kekurangan oksigen. Sangat mungkin bagi pasien Covid-19 untuk datang dengan kadar oksigen yang sangat rendah, kadang sangat rendah hingga mengancam jiwa, tanpa ada tanda-tanda kesulitan bernapas.

Ada tiga alasan utama orang merasakan sesak nafas; adanya objek asing yang menghalangi saluran nafas, kadar karbon dioksida menumpuk di dalam darah, dan penurunan elastisitas paru-paru. Elastisitas paru-paru mengacu pada kemampuan paru-paru meregang dengan setiap tarikan nafas. Pada pneumonia (salah satu gejala Covid-19 yang berat) dan gangguan pernapasan akut (ARDS), cairan di paru-paru mengisi kantung udara mikroskopis yang disebut alveoli, tempat oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah. Saat paru-paru terisi dengan cairan, alveoli menjadi kencang dan kaku, otot dada dan perut harus memompa paru-paru lebih kuat untuk mengembang agar dapat bernafas. 

Dalam kasus silent hypoxemia, beberapa pasien mungkin hanya memiliki paru-paru yang cukup sehat, dan memiliki elastisitas paru-paru yang baik sehingga tidak kesulitan ketika menghirup dan menghembuskan napas bahkan saat paru-paru menjadi kurang efektif dalam menyuplai oksigen ke dalam darah. Kemungkinan lain, terutama pasien usia lanjut, mungkin memiliki penyakit komorbid yang berarti pasien terbiasa hidup dengan kadar oksigen rendah, jadi sudah terbiasa merasa agak lesu atau mudah kehabisan nafas. Atau mungkin saja rendahnya kadar oksigen dalam darah pasien tidak disebabkan oleh penumpukan cairan dalam paru-paru sehingga pasien tidak mengalami dyspnea. Contohnya kelainan jantung bawaan yang menyebabkan sirkulasi darah melewatkan paru-paru dan menyebabkan silent hypoxemia.

Silent hypoxemia sebenarnya dapat dideteksi sejak dini dengan alat pemantau kadar oksigen dalam darah (pulse oximeter) yang dijepitkan pada jari dan dapat digunakan di rumah. Disarankan agar pasien Covid-19 rawat jalan yang memiliki gejala ringan diberikan pulse oximeter. Pasien dapat menjadikannya sebagai tanda peringatan dini saat jumlah oksigen dalam darah mulai turun untuk segera mencari perawatan medis. Selain tindakan medis dapat lebih cepat dilakukan, pasien juga dapat menghindari tindakan yang paling invasif. 

Saat ini mulai dibedakan perawatan antara pasien hypoxemia yang terengah-engah untuk bernapas, dan pasien silent hypoxemia. Di awal pandemi, hanya diketahui bahwa kondisi pasien COVID-19 dapat menurun drastis dengan cepat, dokter cenderung segera memasang ventilator pada penderita hypoxia. Sekarang, semakin jelas bahwa pasien tanpa dyspnea sering kali pulih tanpa diintubasi (ventilator dengan selang yang dimasukkan ke trakea). Pasien merasa baik-baik saja bernafas dari selang hidung (nasal cannula) atau masker non-rebreather, yang dipasang di wajah untuk menyalurkan oksigen dalam konsentrasi tinggi.

 

Sumber

Corona strains: Watch out for the changing viral behaviour

'Silent hypoxia' may be killing COVID-19 patients. But there's hope.